Analisis Sosiologis terhadap Kasus Pelapisan Sosial di Masyarakat
Oleh:
Vivin Najihah (NIM. 1711143084)
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Hukum
per tanggal 06 Oktober 2015
A. Tinjauan Pustaka
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social
stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat
secara vertikal (bertingkat).[1]
Sehingga mengakibatkan munculnya kelas-kelas sosial, seperti kelas atas dan
kelas bawah. Pelapisan atau stratifikasi sosial
ini dapat ditemukan dalam berbagai jenis masyarakat, baik masyarakat agraris
maupun industrial.
Pelapisan sosial ada dalam masyarakat bukan saja
karena ada perbedaan, tetapi karena kemampuan manusia menilai perbedaan itu
dengan menerapkan kriteria.[2]
Artinya, tumbuhnya sistem-sistem yang berlapis pada masyarakat karena adanya
‘sesuatu yang dihargai’. Dan beberapa kriteria yang umumnya digunakan sebagai
dasar pengelompokan masyarakat tersebut antara lain:
1. Ukuran kekayaan
2. Ukuran kekuasaan
3. Ukuran kehormatan
4. Ukuran ilmu pengetahuan
Dasar-dasar tersebut pada hakikatnya masih
belum dapat mewakili seluruh kriteria yang terdapat dalam masyarakat.[3]
Misalnya pada masyarakat pesantren yang merupakan gabungan antara kriteria
ukuran kekuasaan dan ilmu pengetahuan. Ataupun pada masyarakat pedesaan dengan
gabungan kriteria ukuran ilmu pengetahuan dan usia.
B. Contoh Kasus
No.
|
Jenis Pidana
yang Dilakukan
|
Nama dan Jumlah
Korban
|
Jumlah
Kerugian Secara Materiil
|
Jumlah
Kerugian Secara Immateriil
|
Perlakuan Aparat (polisi, jaksa, hakim)
|
Fasilitas yang Diterima Selama Proses Hukum Berlangsung
|
Pelapisan Bawah
|
||||||
1.
|
Pencurian 3 buah kakao oleh seorang nenek berusia 55 tahun bernama
Minah, di Purwokerto
|
PT RSA 4, Purwokerto / -
|
Rp 30.000,- (menurut jaksa) atau Rp 2.100,- (di pasaran)
|
Perasaan tidak terima dari PT RSA 4, Purwokerto
|
Putusan yang berat, yakni 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan 3
bulan
|
Menawarkan pengacara kepada terdakwa
|
2.
|
Dakwaan penebangan dua batang kayu jati di lahan milik Perum
Perhutani Situbondo atas nama nenek Asyani (63 tahun) di Situbondo
|
Perum Perhutani Situbondo / -
|
Rp 4 juta
|
Perasaan tidak terima dari Perum Perhutani Situbondo karena kehilangan beberapa batang kayu, sehingga merasa dirugikan
|
Putusan yang berat dengan vonis 1 tahun 3 bulan penjara; sidang yang seakan-akan diperlambat
|
Tim penasihat hukum; majelis hakim yang
diketuai I Kadek Dedy Arcana meminta penasihat hukum dan jaksa penuntut umum
menggunakan waktu seefektif dan seefisien mungkin, serta selektif dalam
memilih saksi dalam persidangan
|
3.
|
Pencurian sebuah semangka oleh Basar Suyanto (45) dan Kholil (49)
di Kediri tahun 2009
|
Darwati / 1 orang
|
Rp 30.000,-
|
Rasa tidak terima dari korban karena kehilangan semangka
|
Vonis hukuman 15 hari penjara
|
Didampingi penasihat hukum
|
Pelapisan Atas
|
||||||
1.
|
Korupsi dana proyek Hambalang yang melibatkan Menpora, Andy
Mallarangeng
|
Negara / -
|
Rp 463,66 M
|
Proyek yang direncanakan berhenti; Terbengkalainya lahan proyek;
menurunnya kinerja Kemenpora karena keterlibatan pejabatnya
|
Vonis hukuman yang terlalu ringan, yakni 4
tahun; penanggungan penahanan
|
Ditempatkan di Lapas Sukamiskin, Bandung
yang sebelumnya ditahan di Rutan Guntur
|
2.
|
Gratifikasi, penyuapan,
pencucian uang dan korupsi oleh pegawai Dirjen Pajak golongan III, Gayus
tambunan
|
Negara / -
|
Rp 1,4 triliun
|
Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi perpajakan
|
Divonis dengan hukuman yang tak setara dengan perbuatan (hukuman
terlalu ringan), yakni 30 tahun penjara
|
Mendapatkan
fasilitas ‘VVIP’ seperti liburan ke Singapura, Bali, dsb. selama masa penahanan
|
3.
|
Kasus suap jaksa Urip Tri Gunawan oleh
Artalyta Suryani, yang melibatkan banyak pejabat kejaksaan
|
Negara / -
|
Rp 6 M / US$660.000
|
Menurunnya kepercayaan warga terhadap pihak kejaksaan yang
mencederai instisusi hukum
|
Ringannya vonis hukuman (5 tahun);
kelonggaran hukuman, tetap tinggal di rutan
dan tidak dipindah ke penjara atau LP
|
Sel seluas 8x8 meterdengan fasilitas sofa
empuk, kulkas, pendingin ruangan, televisi, dan telepon seluler, dsb.
|
4.
|
Kasus korupsi dana haji dan kasus Dana
Operasional Menteri (DOM) yang melibatkan Menteri Agama, Suryadharma Ali
|
Negara / -
|
Rp 27, 28 M
|
Menumpuknya kuota pendaftar haji yang belum di berangkatkan
|
Penangguhan hukuman; ancaman hukuman 20
tahun
|
Pemberian waktu kunjungan tambahan di hari
Sabtu; penggunaan laptop pada masa persidangan
|
C. Perbandingan antara Kasus Pelapisan Bawah dan Pelapisan Atas
Pelapisan Bawah
|
Pelapisan Atas
|
|
Jenis
Pidana yang Dilakukan
|
Kasus yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari dan mayoritas bersifat pidana ringan
|
Kasus yang bersifat sedang hingga berat
|
Korban
|
Masyarakat umum
|
Negara; orang-orang berpangkat tinggi
|
Kerugian
Secara Materiil
|
Rata-rata dibawah Rp 10 juta (pengecualian
apabila kasus melibatkan pihak yang memiliki kekuasaan tinggi)
|
Mencapai milyaran hingga triliunan rupiah
|
Kerugian
Secara Immateriil
|
Perasaan tidak terima karena dirugikan
|
Hilangnya atau menurunnya kepercayaan masyarakat
(berpengaruh terhadap lembaga atau institusi negara)
|
Perlakuan
Aparat (polisi, jaksa, hakim)
|
Putusan hukuman yang terlalu berat atau
tidak sebanding dengan perbuatan pelaku
|
Putusan hukuman yang terlalu ringan
dibanding perbuatan; penangguhan hukuman
|
Fasilitas
yang Diterima Selama Proses Hukum Berlangsung
|
Pendampingan penasihat hukum
|
Tidak hanya pendampingan penasihat hukum,
tetapi juga fasilitas penjara ‘VVIP’ hingga jam kunjung yang lebih longgar
|
D. Analisis Sosiologis
terhadap Kasus
Dari penjabaran beberapa kasus yang kemudian dibandingkan dengan tinjauan
pustaka di atas, maka dapat dianalisis bahwa jenis pidana yang diperkarakan dalam
masyarakat lapisan bawah adalah hal-hal yang sering terjadi dalam kehidupan
sehari-hari dan dikategorikan dalam pidana ringan, seperti halnya kasus mencuri
yang melibatkan masyarakat dari golongan ekonomi bawah. Sebagai seorang yang
berasal dari golongan bawah, mereka cenderung memiliki kekuasaan yang minoritas
atau bahkan malah tidak memiliki kekuasaan. Misalnya pada salah satu kasus di
atas, nenek Asyani yang sehari-hari membuka jasa pijat. Dalam kasus tersebut
dapat dikatakan nenek Asyani merupakan korban penindasan hukum dari pihak yang
memiliki kekuasaan tinggi (Perum Perhutani), sehingga kasusnya pun dibuat rumit
dan mendapatkan vonis hukuman yang dirasa terlalu berat dan tidak sebanding
dengan perbuatan (yang belum tentu dilakukannya). Selain itu, para pelaku
pidana (terdakwa) dari lapisan bawah ini adalah orang-orang yang mengenyam
pendidikan yang rendah, seperti tamatan SD atau justru tidak sama sekali (buta
huruf).
Berbeda dengan apa yang terjadi pada lapisan bawah, pada lapisan atas ini
banyak terjadi kasus-kasus yang tergolong bersifat berat dan merugikan banyak
pihak, misalnya korupsi para petinggi yang merugikan negara. Dengan kata lain,
pelaku pidana dari lapisan atas ini merupakan orang yang memiliki kekuasaan
dalam lingkup yang lebih luas atau sangat luas dibanding mereka dari lapisan
bawah. Seperti kasus korupsi yang dilakukan oleh Andy Mallarangeng yang pada
saat itu menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Dari segi hukuman pun
para pelaku (terdakwa) mendapat vonis yang dirasa terlalu ringan apabila
ditilik kasusnya yang merugikan keuangan negara, mereka juga mendapat fasilitas
hukuman yang jauh lebih layak dibanding mereka dari lapisan bawah. Di samping
itu, pelaku pidana dari lapisan ini merupakan orang-orang yang berpendidikan
tinggi, seperti Gayus yang merupakan lulusan dari STAN.
E. Daftar Pustaka
Ni’mah, Zulfatun. 2012. Sosiologi Hukum:
Suatu Pengantar. Cet.1. Yogyakarta: Teras.
Soelaeman, Munandar. 1987. Ilmu Sosial Dasar.
Bandung: Eresco.
https://id.wikipedia.org/wiki/Stratifikasi_sosial diakses pada tanggal 05 Oktober 2015 pukul 09.30 WIB.
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Stratifikasi_sosial diakses pada
tanggal 05 Oktober 2015 pukul 09.30 WIB.
NIlai 80
BalasHapus