Analisis Kasus Solidaritas Hukum di Masyarakat dalam Perspektif Pemikiran Emile Durkheim




A.  Latar Belakang Kasus
a.    Kasus 1
Beberapa minggu yang lalu, masyarakat Desa Karangsono, Kecamatan Ngunut, diresahkan oleh adanya seorang pria yang tak dikenal berkeliaran di lingkungan sekitar, terlebih di dekat persawahan. Masyarakat Desa Karangsono yang mayoritas adalah buruh tani, mengatakan saat mereka berada di sawah sering tiba-tiba didatangi oleh pria tersebut. Pada mulanya mereka kira pria tersebut ingin membantu, atau seorang penduduk desa lain yang ingin bertanya seputar bercocok tanam. Namun kemudian, ketika ada seorang petani yang berniat hendak menyuruhnya pergi, pria tersebut marah-marah dan mengancam, bahkan berani memukul warga. Belakangan diketahui ternyata pria tersebut menderita gangguan kejiwaan (gila).
Sebagaimana masyarakat desa umumnya, berita inipun cepat menyebar dari mulut ke mulut. Penduduk desa yang biasa tidak sengaja bertemu dengannya pun menjadi takut dan menyuruhnya pergi. Tetapi pria tersebut kian menjadi dan bahkan berani mengancam dan memukul terhadap warga desa laki-laki. Hingga akhirnya berita ini pun sampai terdengar oleh pemuka desa. Karena masyarakat sudah tidak bisa mengatasi pria tersebut, maka akhirnya si pemuka desa memanggil Satpol PP untuk membawa pergi pria gila tersebut dari desa.
b.    Kasus 2
Pada hari Rabu, 9 September 2015 kemarin digelar Konser Musik PROJAM Geisha & d’Masiv di Stadion Beta, Desa Beji, Kecamatan Boyolangu - Tulungagung. Di tengah jalannya konser, tiba-tiba terjadi keributan antarpenonton. Keributan ini kemudian memicu tawuran yang merembet kemana-mana. Dan ternyata keributan tidak hanya terjadi di dalam stadion, tetapi juga di luar stadion. Karena keributan tersebut sulit diatasi, akhirnya polisi memutuskan untuk membubarkan konser sebelum waktunya.

B.  Tinjauan Pustaka
David Emile Durkheim atau lebih dikenal dengan nama Emile Durkheim (15 April 1858 - 15 November 1917), adalah seorang sosiolog asal Perancis yang memiliki peranan penting di bidangnya. Ia dianggap sebagai salah satu pencetus sosiologi modern. Di cabang ilmu Sosiologi Hukum sendiri, Durkheim terkenal dengan gagasan “Solidaritas Masyarakat”-nya.
Di dalam teori-teorinya tentang masyarakat, Durkheim menaruh perhatian besar pada kaidah-kaidah hukum yang dihubungkan dengan jenis-jenis solidaritas yang dijumpai dalam masyarakat.[1] Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi.[2] Untuk mempelajari kehidupan sosial dalam masyarakat tersebut, ia menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial.
Durkheim merumuskan hukum sebagai suatu kaidah yang bersanksi.[3] Ia berpendapat bahwa berat atau ringannya suatu sanksi tergantung pada jenis pelanggaran, serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya suatu tindakan. Sehingga dalam hal ini, peranan sebuah sanksi dalam pelanggaran pun juga diperhatikan. Berangkat dari hal tersebut, lahirlah pemikiran Durkheim bahwa hukum adalah cerminan dari solidaritas masyarakat itu sendiri.
Menurut Durkheim, terkait dengan hukum, dalam masyarakat terdapat dua jenis solidaritas, yaitu solidaritas mekanis dan solidaritas organis.[4] Solidaritas mekanis dan solidaritas organis masing-masing memiliki sifat yang saling bertolak belakang.
Adapun ciri-ciri solidaritas mekanis, antara lain:
1.    Ditemukan dalam masyarakat yang memiliki interaksi atau hubungan yang kuat antaranggotanya, seperti pada masyarakat pedesaan,
2.    Masyarakatnya bersifat paguyuban,
3.    Individualisme masyarakat rendah,
4.    Masyarakatnya bersifat homogen dan belum mengenal diferensiasi yang tinggi,
5.    Diwujudkan melalui hukum yang bersifat represif, yaitu masyarakat menanggulangi ancaman/pelanggaran berdasarkan kesadaran nurani (spontanitas), dsb.
Sedangkan solidaritas organis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Ditemukan dalam masyarakat yang memiliki interaksi yang rendah,
2.    Masyarakatnya bersifat patembayan/perkotaan,
3.    Masyarakatnya bersifat heterogen,
4.    Individualisme masyarakat tinggi,
5.    Diwujudkan dalam hukum yang bersifat restitutif (pemulihan keadaan), dll.

C.  Analisis Kasus
Berdasarkan latar belakang kasus dan tinjauan pustaka tentang pemikiran solidaritas masyarakat menurut Durkheim di atas, maka dapat dianalisis bahwa pada kasus 1, masyarakatnya dapat dikategorikan dalam solidaritas mekanis. Hal ini didasarkan pada karakteristik dari masyarakat yang masih kental bersifat pedesaan dengan mayoritas pekerjaan sebagai buruh tani, yang juga sesuai dengan ciri-ciri solidaritas mekanis di mana masyarakatnya  bersifat homogen. Selain itu, pada masyarakat Desa Karangsono tersebut, mereka masih memiliki interaksi dan ketergantungan yang tinggi antarwarganya. Terbukti dari cepatnya berita tentang adanya pria gangguan jiwa tersebut menyebar ke seluruh warga desa. Dan kemudian mengenai perwujudan hukumnya, masyarakat desa ini lebih memilih menangani masalah yang ada dengan berupaya terlebih dahulu, kemudian apabila tidak membuahkan hasil barulah mereka melibatkan pihak yang berwajib. Dari analisis ini, dapat diketahui secara jelas bahwa cara menyikapi kasus yang terjadi pada masyarakat Desa Karangsono, Kecamatan Ngunut tersebut adalah bersifat represif.
Sedangkan permasalahan yang terjadi pada kasus 2 di atas, dapat diidentifikasikan sebagai ciri-ciri masyarakat solidaritas organis. Seperti dengan karakteristik bahwa orang-orang yang menyaksikan konser tersebut bersifat heterogen (dari berbagai kalangan) yang tidak saling mengenal sebelumnya, serta memiliki sifat individualisme –egoisme- yang tinggi. Dari sisi penyelesaian maslahnya sendiri, mereka lebih bersifat restitutif, terbukti dengan adanya pihak berwajib (polisi) yang turun tangan langsung.

D.  Kesimpulan
Seteleh membandingkan kedua kasus dengan “Solidaritas Masyarakat” Durkheim, dapat disimpulkan bahwa pada kasus 1 termasuk dalam kategori masyarakat solidaritas mekanis, sedangkan kasus 2 termasuk dalam masyarakat solidaritas organis.

E.  Daftar Pustaka
Ni’mah, Zulfatun. 2012. Sosiologi Hukum: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Teras.
Soekanto, Soerjono. 2007. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Emile_Durkheim diakses pada tanggal 14 September 2015 pukul 20.11 WIB.


[1] Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 47.
[2] http://id.m.wikipedia.org/wiki/Emile_Durkheim diakses pada tanggal 14 September 2015 pukul 20.11 WIB.
[3] Zulfatun Ni’mah, Sosiologi Hukum: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 35.
[4] Ibid., hlm. 37.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUMD DI KABUPATEN TULUNGAGUNG

PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA INDONESIA

KONTRAK BAKU (STANDARD CONTRACT)