Revisi: Analisis Kasus Solidaritas Hukum di Masyarakat dalam Perspektif Pemikiran Emile Durkheim
Oleh:
Vivin Najihah
Diajukan untuk
memenuhi tugas revisi artikel mata kuliah Sosiologi Hukum
Tertanggal 17
September 2015
A.
Latar Belakang Kasus
a.
Kasus 1
Beberapa minggu yang lalu, masyarakat
Desa Karangsono, Kecamatan Ngunut, diresahkan oleh adanya
seorang pria yang tak dikenal berkeliaran di lingkungan sekitar, terlebih di dekat
persawahan. Masyarakat Desa Karangsono yang mayoritas adalah buruh tani,
mengatakan saat mereka berada di sawah sering tiba-tiba didatangi oleh pria
tersebut. Pada mulanya mereka kira pria tersebut ingin membantu, atau seorang
penduduk desa lain yang ingin bertanya seputar bercocok tanam. Namun kemudian,
ketika ada seorang petani yang berniat hendak menyuruhnya pergi, pria tersebut
marah-marah dan mengancam, bahkan berani memukul warga. Belakangan diketahui
ternyata pria tersebut menderita gangguan kejiwaan (gila).
Sebagaimana masyarakat desa umumnya, berita
inipun cepat menyebar dari mulut ke mulut. Penduduk desa yang biasa tidak
sengaja bertemu dengannya pun menjadi takut dan menyuruhnya pergi. Tetapi pria
tersebut kian menjadi dan bahkan berani mengancam dan memukul terhadap warga
desa laki-laki.
Pernah di suatu sore saat beberapa warga bercengkrama di sebuah
warung dekat sawah, pria gila tersebut datang. Pemilik warung yang tidak ingin
pria itu berlama-lama di warungnya, memberikan beberapa makanan agar pria itu pergi.
Namun nyatanya pria tersebut tetap di situ. Melihat hal tersebut, beberapa
bapak-bapak yang juga berada di warung tersebut ikut membantu si pemilik warung
untuk mengusir pria tersebut. Dan bukannya pergi, pria gila tersebut malah
menantang dan memukul seorang warga. Warga yang tidak terima atas perlakuan
orang gila tersebut akhirnya balas memukul. Hingga akhirnya beberapa warga
(bapak-bapak) yang ada di warung tersebut ikut memukul si pria gila. Dan setelah babak belur,
barulah orang gila tersebut diserahkan ke Satpol PP.
b. Kasus 2
Pada hari Rabu, 9 September 2015 kemarin
digelar Konser Musik PROJAM Geisha & d’Masiv di Stadion Beta, Desa Beji,
Kecamatan Boyolangu - Tulungagung. Di tengah jalannya konser, tiba-tiba terjadi
keributan antarpenonton. Keributan ini kemudian memicu tawuran yang merembet
kemana-mana. Dan ternyata keributan tidak hanya terjadi di dalam stadion,
tetapi juga di luar stadion. Karena keributan tersebut sulit diatasi, akhirnya
polisi memutuskan untuk membubarkan konser sebelum waktunya.
B.
Tinjauan Pustaka
David Emile Durkheim atau lebih dikenal dengan
nama Emile Durkheim (15 April 1858 - 15 November 1917), adalah seorang sosiolog
asal Perancis yang memiliki peranan penting di bidangnya. Ia dianggap sebagai
salah satu pencetus sosiologi modern. Di cabang ilmu Sosiologi Hukum sendiri,
Durkheim terkenal dengan gagasan “Solidaritas Masyarakat”-nya.
Di dalam teori-teorinya tentang masyarakat,
Durkheim menaruh perhatian besar pada kaidah-kaidah hukum yang dihubungkan
dengan jenis-jenis solidaritas yang dijumpai dalam masyarakat.[1] Perhatian
Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas
dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang
keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi.[2]
Untuk mempelajari kehidupan sosial dalam masyarakat tersebut, ia menciptakan
salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial.
Durkheim merumuskan hukum sebagai suatu kaidah
yang bersanksi.[3]
Ia berpendapat bahwa berat atau ringannya suatu sanksi tergantung pada jenis
pelanggaran, serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya suatu tindakan. Sehingga
dalam hal ini, peranan sebuah sanksi dalam pelanggaran pun juga diperhatikan.
Berangkat dari hal tersebut, lahirlah pemikiran Durkheim bahwa hukum adalah
cerminan dari solidaritas masyarakat itu sendiri.
Menurut Durkheim, terkait dengan hukum, dalam
masyarakat terdapat dua jenis solidaritas, yaitu solidaritas mekanis dan
solidaritas organis.[4] Solidaritas
mekanis dan solidaritas organis masing-masing memiliki sifat yang saling
bertolak belakang.
Adapun ciri-ciri solidaritas mekanis, antara
lain:
1. Ditemukan dalam masyarakat yang memiliki interaksi atau hubungan yang kuat
antaranggotanya, seperti pada masyarakat pedesaan,
2. Masyarakatnya bersifat paguyuban,
3. Individualisme masyarakat rendah,
4. Masyarakatnya bersifat homogen dan belum mengenal diferensiasi yang tinggi,
5. Diwujudkan melalui hukum yang bersifat represif, yaitu masyarakat
menanggulangi ancaman/pelanggaran berdasarkan kesadaran nurani (spontanitas),
dsb.
Sedangkan solidaritas organis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Ditemukan dalam masyarakat yang memiliki interaksi yang rendah,
2. Masyarakatnya bersifat patembayan/perkotaan,
3. Masyarakatnya bersifat heterogen,
4. Individualisme masyarakat tinggi,
5. Diwujudkan dalam hukum yang bersifat restitutif (pemulihan keadaan), dll.
C.
Analisis Kasus
Berdasarkan latar belakang kasus dan tinjauan
pustaka tentang pemikiran solidaritas masyarakat menurut Durkheim di atas, maka
dapat dianalisis bahwa pada kasus 1, masyarakatnya dapat dikategorikan dalam
solidaritas mekanis. Hal ini didasarkan pada karakteristik dari masyarakat yang
masih kental bersifat pedesaan dengan mayoritas pekerjaan sebagai buruh tani,
yang juga sesuai dengan ciri-ciri solidaritas mekanis di mana
masyarakatnya bersifat homogen. Selain
itu, pada masyarakat Desa Karangsono tersebut, mereka masih memiliki interaksi
dan ketergantungan yang tinggi antarwarganya. Terbukti dari cepatnya berita
tentang adanya pria gangguan jiwa tersebut menyebar ke seluruh warga desa. Dan
kemudian mengenai perwujudan hukumnya, masyarakat desa ini lebih memilih
menangani masalah yang ada dengan bertindak secara spontan melalui perlawanan
fisik (membalas pukulan si pria gila). Dari analisis ini, dapat diketahui secara
jelas bahwa cara menyikapi kasus yang terjadi pada masyarakat Desa Karangsono,
Kecamatan Ngunut tersebut adalah bersifat represif.
Sedangkan permasalahan yang terjadi pada kasus
2 di atas, dapat diidentifikasikan sebagai ciri-ciri masyarakat solidaritas
organis. Seperti dengan karakteristik bahwa orang-orang yang menyaksikan konser
tersebut bersifat heterogen (dari berbagai kalangan) yang tidak saling mengenal
sebelumnya, serta memiliki sifat individualisme –egoisme- yang tinggi. Dari
sisi penyelesaian maslahnya sendiri, mereka lebih bersifat restitutif, terbukti
dengan adanya pihak berwajib (polisi) yang turun tangan langsung.
D. Kesimpulan
Seteleh membandingkan kedua kasus dengan
“Solidaritas Masyarakat” Durkheim, dapat disimpulkan bahwa pada kasus 1
termasuk dalam kategori masyarakat solidaritas mekanis, sedangkan kasus 2
termasuk dalam masyarakat solidaritas organis.
E. Daftar Pustaka
Ni’mah, Zulfatun. 2012. Sosiologi Hukum: Sebuah
Pengantar. Yogyakarta: Teras.
Soekanto, Soerjono. 2007. Pokok-pokok Sosiologi Hukum.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Emile_Durkheim diakses pada tanggal 14 September 2015 pukul
20.11 WIB.
[2] http://id.m.wikipedia.org/wiki/Emile_Durkheim diakses pada tanggal 14 September 2015 pukul 20.11 WIB.
Nilai 80
BalasHapus